QATĀDAH IBN DIʻĀMAH AS-SADŪSĬ: MUFASIR PENYANDANG TUNANETRA DARI MASA KLASIK
- Diposting Oleh Admin Web IQT
- Selasa, 27 Agustus 2024
- Dilihat 159 Kali
Oleh: Muhimmatus Sa'adah*
Biografi QatÄdah Ibn DiÊ»Ämah As-SadÅ«sÄ
QatÄdah Ibn DiÊ»Ämah As-SadÅ«sÄ, namanya lebih prominen di kalangan ulama hadis. Meski begitu, tidak lantas menafikan eksistensi dan kontribusinya dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Ia lahir pada tahun 61 H dalam keadaan buta dari sepasang suami istri bersuku Badui di Irak. Sebagai seorang yang ditakdirkan menyandang tunanetra sejak lahir, tidak lantas menumbuhkan sikap pesimis bagi QatÄdah dalam mengembara untuk menuntut ilmu di kota Basrah, Kufah, dan Madinah. Ia adalah seorang tabiin yang memiliki nama lengkap QatÄdah Ibn Di‘Ämah as-SadÅ«sÄ bin QatÄdah bin ‘AzÄz bin ‘Amr bin RabÄ‘a bin ‘Amr bin al-HÄriṡ bin SyaibÄn bin Ẓahl bin á¹ a‘labah bin ‘AkÄbah bin Sa‘ab bin ‘AlÄ bin Bakr bin WÄil as-SudÅ«sÄ al-Baá¹£ri AbÅ« al-Khaá¹á¹Äb (Al-ImÄm QatÄdah bin Di‘Ämah as-SadÅ«sÄ, 19).
QatÄdah dikenal sebagai orang yang memiliki pengetahuan luas dan kuat dalam hafalan. Dengan kemampuannya tersebut tidak heran jika ia memperoleh rating tinggi dari ulama kritikus hadis dengan gelar ḥujjah. Sa‘Äd al-Musayyib salah satu guru QatÄdah mengatakan “Tidak ada orang Irak yang datang kepadaku lebih baik dari QatÄdah”. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ada seorang ulama yang memuji QatÄdah dan mengatakan “Jarang ditemukan orang yang melebihi kemampuan QatÄdah, kalau sepadan mungkin saja”. QatÄdah tidak pernah puas dengan keluasan ilmu yang dimilikinya, dia terus mendalami ilmu sepanjang hidupnya. Salah satu murid QatÄdah mengatakan “QatÄdah adalah ‘Abd al-‘Ilm (hamba ilmu)”. Dalam proses belajarnya, QatÄdah pernah berguru kepada Ibn Ê»Abbas, seorang sahabat nabi yang ahli dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Setelah beberapa tahun belajar tafsir Al-Qur’an di bawah bimbingan Ibn Ê»Abbas, QatÄdah akhirnya diakui sebagai ahli tafsir. Kecintaan QatÄdah pada Al-Qur’an tidak hanya ditampakkan melalui usahanya dalam belajar tafsir. Diketahui bahwa ia disiplin mengkhatamkan Al-Qur’an selama tujuh hari, sedangkan pada bulan Ramadan selama tiga hari.
Metode Penafsiran QatÄdah Ibn DiÊ»Ämah As-SadÅ«sÄ
Tidak seperti kitab tafsir JÄmiÊ» al-BayÄn karya aá¹-ṬabarÄ ataupun tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab, dua kitab tafsir tersebut langsung ditulis oleh sang mufasir pada masanya. Di era QatÄdah hidup penafsiran Al-Qur’an hanya sebatas pada penafsiran secara lisan, belum ada tradisi menulis tafsir. Oleh karena itu, tidak akan kita temukan kitab tafsir QatÄdah yang secara langsung ditulis olehnya. Tafsir Al-Qur’an yang dilakukan oleh QatÄdah dihimpun oleh Muḥammad KhÄlid ‘Abdu al-HÄdÄ pada tahun 1414 H. dalam sebuah kitab bertajuk “Al-ImÄm QatÄdah bin Di‘Ämah as-SadÅ«sÄ”. Kitab tersebut berisi tentang perkataan, periwayatan, serta penafsiran QatÄdah terhadap Al-Qur’an. Dalam kitab tersebut al-HÄdÄ berhasil menuliskan penafsiran QatÄdah dari surah YÄsÄn hingga surah An-NÄs. Semasa QatÄdah hidup, penafsiran secara bi ar-ra’yi jarang digunakan. QatÄdah sendiri dalam menafsirkan Al-Qur’an menggunakan metode bi al-ma’ṡūr, yakni dengan merujuk pada ayat Al-Qur’an, hadis nabi, ataupun perkataan sahabat. Ketika menafsirkan Al-Qur’an, QatÄdah tidak jarang menjelaskan dari aspek kebahasaan, qiraat, nasikh mansukh, sabÄb an-nuzÅ«l, dan fikih. Penafsiran QatÄdah yang menyentuh pada aspek nasikh mansukh dan sabÄb an-nuzÅ«l, oleh al-Kumiy dipandang sebagai cikal bakal atau embrio tafsir tematik yang tengah populer di masa kontemporer ini.
Penafsiran QatÄdah Ibn DiÊ»Ämah As-SadÅ«sÄ
Pada QS. YÄsÄn (36): 1, QatÄdah menafsirkannya dengan mengutip hadis dari Anas ra. yang berbunyi:
عن أنس قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن لكل شيء قلباً وقلب القرآن يس ومن قرأ يس كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات
Dari Anas dia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, dan hati Al-Qur’an adalah (surah) YÄsÄn. Dan barang saiapa yang membaca YÄsÄn, maka Allah akan mencatat untuknya berupa sepuluh kali membaca Al-Qur’an.
Jumhur ulama berpendapat bahwa surah YÄsÄn adalah golongan makiah. QatÄdah pun berpandangan demikian meskipun menurutnya ayat 47 bukan termasuk ayat makiah. Contoh lain penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan oleh QatÄdah adalah pada QS. Al-AḥqÄf (46): 9;
Ù‚Ùلْ مَا ÙƒÙنْت٠بÙدْعًا مّÙÙ†ÙŽ الرّÙسÙل٠وَمَآ اَدْرÙيْ مَا ÙŠÙÙْعَل٠بÙيْ وَلَا بÙÙƒÙمْۗ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara para rasul dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat (Allah) kepadaku dan kepadamu.”
Ketika QatÄdah menafsirkan potongan ayat وَمَآ اَدْرÙيْ مَا ÙŠÙÙْعَل٠بÙيْ وَلَا بÙÙƒÙمْ ia menafsirkan dengan mengutip pada QS. Al-Fatḥ (48): 1-2;
اÙنَّا ÙَتَØْنَا Ù„ÙŽÙƒÙŽ ÙَتْØًا مّÙبÙيْنًاۙ Ù¡ لّÙيَغْÙÙرَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ اللّٰه٠مَا تَقَدَّمَ Ù…Ùنْ ذَنْۢبÙÙƒÙŽ وَمَا تَاَخَّرَ٢
Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu kemenangan yang nyata (1) Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Nabi Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang (2)
*Penulis, Muhmmatus Sa'adah, adalah Mahasiswi Prodi IQT semester 7. Saat ini sedang menunggu kelulusan bersamaan dengan terbitnya Artikel Sinta-3 di Jurnal Maghza sebagai tugas akhir pengganti skripsi. Akun media sosial Muhimmatus Sa'adah FB, IG, dan X